Hollywood merupakan studio raksasa, pusat industri perfilman dunia. Sedangkan Central Intelligence Agency (CIA), merupakan dinas intelijen negara AS yang bermarkas besar secara resmi (karena ada sejumlah markas clandestine) di Langley. Lantas, adakah hubungan di antara keduanya? Menjawab pertanyaan ini bukan perkara mudah. Namun di tahun 2003, Program Discovery Channel pernah merilis satu film dokumenter menarik berjudul "CIA: Hollywood Spyfi yang mengisahkan hubungan gelap antara Hollywood dan CIA. Dalam film dokumenter tersebut diceritakan bagaimana aneka gadget agen CIA banyak terinspirasi dari film Hollywood. Serial James Bond, misalnya.
.
Hubungan Gelap CIA-Hollywood
Ada artikel menarik yang diturunkan Prespektif (http://www.irib.ir/, Juli 2007) berjudul "Kolaborasi Hollywood dan CIA". Artikel tersebut diawali dengan sebuah pertemuan yang tidak disebut tanggal kejadiannya, antara para pejabat CIA dengan sejumlah perusahaan film Hollywood, yang dalam pertemuan tersebut dikatakan menunjuk anggota CIA bernama Paul Barry, berperan sebagai mediator antara CIA dengan Hollywood. Berita yang berasal dari UPI (United Press International) ini secara garis besar menyatakan bahwa CIA menginginkan Hollywood agar mencitrakan agen-agcn CIA di dalam film-filmnya sebagai orang yang penuh dedikasi, herois, handal dan berani, tanpa menghilangkan sisi kemanusiaannya. CIA jelas berkepentingan dengan hal tersebut guna mendongkrak citranya yang terpuruk dalam penegakan hak asasi manusia di berbagai belahan dunia.
Juru Bicara CIA, Paul Gimicliano dalam pertemuan itu membacakan pemyataan resmi yang menyatakan, program pemantauan langsung CIA terhadap aktifitas Hollywood dan media Amerika lainnya akan terus berlanjut. Ini berarri pemantauan yang dilakukan CIA terhadap institusi kesenian AS tersebut telah lama dilakukan. CIA sudah lama menyusupkan agen-agennya dalam industri film, pers, dan media massa lainnya di Amerika dan juga negara-negara yang dianggap penting, guna memuluskan ambisi imperialisme AS sebagai The New Pax-Romana. Khusus untuk Hollywood, Washington melihat kemampuan studio raksasa ini yang sangat besar untuk menyebarkan nilai-nilai Amerika, ke seluruh penjuru dunia. Hollywood harus mampu menyebarkan The American Dreaming tentang "Kebebasan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia" yang seluruhnya mengacu pada pola hidup dan pola pikir masyarakat Barat.
Agenda tersembunyi ini sesungguhnya bisa dilihat dari pesan-pesan yang ada di banyak film produksi Hollywood. Simak saja misalnya seri film Delta Force di tahun 1980-an yang dibintangi aktor Chuck Norris, yang selalu saja menjadikan kaum Yahudi sebagai manusia pilihan dan hero, sedangkan orang Islam—dalam film ini digambarkan sebagai orang-orang Arab—merupakan orang-orang yang biadab, tak tahu etiket, suka main perempuan, dan teroris.
Atau simak aksi Sylverster Stallone dalam Rambo dan sekuelnya. Bagaimana seorang veteran tentara Amerika sanggup mengobrak-abrik markas pasukan Soviet atau Vietkong sendirian. Inilah The American Dream. CIA menjadikan film-film Hollywood sebagai bagian dari promosi kehebatan Amerika. Dalam ilmu militer, CIA telah menjadikan Hollywood sebagai bagian dan Psy-war Unit, yang diharapkan mampu membuat gentar musuh-musuhnya dan membuat segan para sekutunya.
Hubungan Gelap CIA-Hollywood
Ada artikel menarik yang diturunkan Prespektif (http://www.irib.ir/, Juli 2007) berjudul "Kolaborasi Hollywood dan CIA". Artikel tersebut diawali dengan sebuah pertemuan yang tidak disebut tanggal kejadiannya, antara para pejabat CIA dengan sejumlah perusahaan film Hollywood, yang dalam pertemuan tersebut dikatakan menunjuk anggota CIA bernama Paul Barry, berperan sebagai mediator antara CIA dengan Hollywood. Berita yang berasal dari UPI (United Press International) ini secara garis besar menyatakan bahwa CIA menginginkan Hollywood agar mencitrakan agen-agcn CIA di dalam film-filmnya sebagai orang yang penuh dedikasi, herois, handal dan berani, tanpa menghilangkan sisi kemanusiaannya. CIA jelas berkepentingan dengan hal tersebut guna mendongkrak citranya yang terpuruk dalam penegakan hak asasi manusia di berbagai belahan dunia.
Juru Bicara CIA, Paul Gimicliano dalam pertemuan itu membacakan pemyataan resmi yang menyatakan, program pemantauan langsung CIA terhadap aktifitas Hollywood dan media Amerika lainnya akan terus berlanjut. Ini berarri pemantauan yang dilakukan CIA terhadap institusi kesenian AS tersebut telah lama dilakukan. CIA sudah lama menyusupkan agen-agennya dalam industri film, pers, dan media massa lainnya di Amerika dan juga negara-negara yang dianggap penting, guna memuluskan ambisi imperialisme AS sebagai The New Pax-Romana. Khusus untuk Hollywood, Washington melihat kemampuan studio raksasa ini yang sangat besar untuk menyebarkan nilai-nilai Amerika, ke seluruh penjuru dunia. Hollywood harus mampu menyebarkan The American Dreaming tentang "Kebebasan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia" yang seluruhnya mengacu pada pola hidup dan pola pikir masyarakat Barat.
Agenda tersembunyi ini sesungguhnya bisa dilihat dari pesan-pesan yang ada di banyak film produksi Hollywood. Simak saja misalnya seri film Delta Force di tahun 1980-an yang dibintangi aktor Chuck Norris, yang selalu saja menjadikan kaum Yahudi sebagai manusia pilihan dan hero, sedangkan orang Islam—dalam film ini digambarkan sebagai orang-orang Arab—merupakan orang-orang yang biadab, tak tahu etiket, suka main perempuan, dan teroris.
Atau simak aksi Sylverster Stallone dalam Rambo dan sekuelnya. Bagaimana seorang veteran tentara Amerika sanggup mengobrak-abrik markas pasukan Soviet atau Vietkong sendirian. Inilah The American Dream. CIA menjadikan film-film Hollywood sebagai bagian dari promosi kehebatan Amerika. Dalam ilmu militer, CIA telah menjadikan Hollywood sebagai bagian dan Psy-war Unit, yang diharapkan mampu membuat gentar musuh-musuhnya dan membuat segan para sekutunya.
.
Pentagon Runs Hollywood
Selain keterlibatan CIA, Pentagon ternyata juga memiliki hubungan kerjasama dengan Hollywood. Harian Swedia, Hallandsposten, terbitan 26 Maret 1999, merilis sebuah berita terkait berjudul "Pentagon Runs Hollywood'. Artikel ini disalin lagi oleh Wes Penre dalam situsnya pada tanggal 30 Maret 1999 dengan judul yang sama. Kisahnya tentang campur tangan Pentagon sebagai Markas Besar Angkatan Bersenjata AS ke dalam industri perfilman Hollywood. Seperti juga dengan CIA, Pentagon juga memanfaatkan Hollywood untuk mendongkrak citranya ke seluruh dunia bahwa militer AS adalah yang angkatan bersenjata yang tercanggih dan terkuat di dunia. Dan ini memang benar adanya. Selain untuk menaikkan citra institusional, Pentagon juga ingin agar Hollywood mencitrakan sosok tentara Amerika sebagai tentara yang tidak terkalahkan dalam segi apa pun, Pentagon ingin agar dunia tahu bahwa tentara Amerika merupakan super hero, paling profesional, terkuat, paling pemberani, paling disiplin, paling demokratis, paling tangguh, paling perkasa, paling ulet, dan paling-paling lainnya. Yang belakangan inilah yang sama sekali tidak benar.
Di Irak saja, ada banyak tentara AS yang menderita depresi, bahkan melakukan bunuh diri, karena tidak tahan dengan tekanan saat bertugas di medan laga yang kering dan gersang. Jika kita menonton film-film underground Barat sendiri atau melihat tayangan berita yang disiarkan AJ-Jazeera misalnya, ada banyak tentara AS yang menjerit-jent ketakutan atau bahkan menangis karena rindu kampung halaman. Film dokumenrer Fahrenheit 911 garapan sutradara AS Michael Moore juga memperlihatkan yang demikian. Jadi janganlah kita membayangkan sosok tentara AS seperti John Rambo, yang mampu sendirian masuk ke markas musuh dan menghancurkan semuanya.
Pentagon Runs Hollywood
Selain keterlibatan CIA, Pentagon ternyata juga memiliki hubungan kerjasama dengan Hollywood. Harian Swedia, Hallandsposten, terbitan 26 Maret 1999, merilis sebuah berita terkait berjudul "Pentagon Runs Hollywood'. Artikel ini disalin lagi oleh Wes Penre dalam situsnya pada tanggal 30 Maret 1999 dengan judul yang sama. Kisahnya tentang campur tangan Pentagon sebagai Markas Besar Angkatan Bersenjata AS ke dalam industri perfilman Hollywood. Seperti juga dengan CIA, Pentagon juga memanfaatkan Hollywood untuk mendongkrak citranya ke seluruh dunia bahwa militer AS adalah yang angkatan bersenjata yang tercanggih dan terkuat di dunia. Dan ini memang benar adanya. Selain untuk menaikkan citra institusional, Pentagon juga ingin agar Hollywood mencitrakan sosok tentara Amerika sebagai tentara yang tidak terkalahkan dalam segi apa pun, Pentagon ingin agar dunia tahu bahwa tentara Amerika merupakan super hero, paling profesional, terkuat, paling pemberani, paling disiplin, paling demokratis, paling tangguh, paling perkasa, paling ulet, dan paling-paling lainnya. Yang belakangan inilah yang sama sekali tidak benar.
Di Irak saja, ada banyak tentara AS yang menderita depresi, bahkan melakukan bunuh diri, karena tidak tahan dengan tekanan saat bertugas di medan laga yang kering dan gersang. Jika kita menonton film-film underground Barat sendiri atau melihat tayangan berita yang disiarkan AJ-Jazeera misalnya, ada banyak tentara AS yang menjerit-jent ketakutan atau bahkan menangis karena rindu kampung halaman. Film dokumenrer Fahrenheit 911 garapan sutradara AS Michael Moore juga memperlihatkan yang demikian. Jadi janganlah kita membayangkan sosok tentara AS seperti John Rambo, yang mampu sendirian masuk ke markas musuh dan menghancurkan semuanya.
Menariknya, campur tangan Pentagon ke dalam lingkup kerja Hollywood bukan cuma sebatas suggestion atau anjuran, melainkan terlibat langsung. Misalkan dalam penilaian terhadap skenario, setting panggung, hingga penycleksian calon pemeran utama. Militer AS memang memiliki lembaga khusus yang bertugas menjembatani antara kepentingan angkatan bersenjata AS dengan film-film yang akan diproduksi Hollywood.
Di sisi lain, film-film Hollywood yang mengambil setting militer AS dan sejenisnya memang menjadi salah satu genre yang paling diminati penonton. Sebut saja Saving Privat Ryatt, Top Gun, Platoon, Hamburger Hills, SWAT, We Are Soldiers, Pearl Harbour, Band of the Brothers, Full Metal Jacket, Patton, Black Hawk Down, Glory, The Caine Mutiny, Letters From Iwo Jima, The Great Escape, The Dirty Dozen, A Bridge to Far, dan lainnya.
.
Di sisi lain, film-film Hollywood yang mengambil setting militer AS dan sejenisnya memang menjadi salah satu genre yang paling diminati penonton. Sebut saja Saving Privat Ryatt, Top Gun, Platoon, Hamburger Hills, SWAT, We Are Soldiers, Pearl Harbour, Band of the Brothers, Full Metal Jacket, Patton, Black Hawk Down, Glory, The Caine Mutiny, Letters From Iwo Jima, The Great Escape, The Dirty Dozen, A Bridge to Far, dan lainnya.
.
Dari Rudal Hingga Pesawat Jet
Salah satu kerjasama antara Hollywood dengan Pentagon dalam produksi film adalah dalam penyediaan persenjataan dan alat-alat tempur, selain tentunya teknik dan strategi peperangan. Dalam film Top Gun yang dibintangi Tom Cruise misalkan, Pentagon meminjamkan pesawat jet F-16 dan juga pilotnya sebagai stuntman. Dalam 'Black Hawk Down', Pentagon malah mengirimkan ratusan personel marinir betulan untuk ikut sebagai pemain.
Pentagon memandang, film-film bertemakan perang dan sejenisnya mampu memompa semangat korps angkatan bersenjata AS. Selain itu, Pentagon juga ingin agar dunia tahu bahwa persenjataan dan personel tentara AS merupakan yang terkuat di dunia. Film Hollywood dianggapnya sebagai bagian dan semacam Psywar Unit.
Bisa jadi, disebabkan adanya kerjasama itulah ketika kemarin Rezim Bush tengah mengincar Iran, tiba-tiba muncul film "300" yang sangat merendahkan peradaban dan martabat bangsa Persia.
Salah satu kerjasama antara Hollywood dengan Pentagon dalam produksi film adalah dalam penyediaan persenjataan dan alat-alat tempur, selain tentunya teknik dan strategi peperangan. Dalam film Top Gun yang dibintangi Tom Cruise misalkan, Pentagon meminjamkan pesawat jet F-16 dan juga pilotnya sebagai stuntman. Dalam 'Black Hawk Down', Pentagon malah mengirimkan ratusan personel marinir betulan untuk ikut sebagai pemain.
Pentagon memandang, film-film bertemakan perang dan sejenisnya mampu memompa semangat korps angkatan bersenjata AS. Selain itu, Pentagon juga ingin agar dunia tahu bahwa persenjataan dan personel tentara AS merupakan yang terkuat di dunia. Film Hollywood dianggapnya sebagai bagian dan semacam Psywar Unit.
Bisa jadi, disebabkan adanya kerjasama itulah ketika kemarin Rezim Bush tengah mengincar Iran, tiba-tiba muncul film "300" yang sangat merendahkan peradaban dan martabat bangsa Persia.
.
(Majalah Era Muslim Digest Edisi Koleksi III Tahun 2007)
WAS PENRE : Eks Pemuja Setan Yang Bertobat
Tidak banyak orang yang mengenal Wes Penre. Namun dialah tokoh di belakang kebangkitan era musik Rock dan Heavy Metal di tahun 1980 hingga 1990-an di Amerika dan kemudian menjalar ke seluruh dunia. Wes Penre merupakan pengubah dan pencipta lagu, komposer ternama, bagi grup-grup musik cadas dunia seperti Rolling Stone, Black Sabbath, Metallica, Aerosmith, Led Zeppellin, Slaughter, Megadeath, Dio, Sepultura, dan sebagainya.
Pada tahun 1970-an, saat anak-anak muda AS gandrung pada gaya hidup hippies. Penre merupakan salah seorang anggotanya. "Saya ikut gerakan hippies membiarkan rambut saya panjang, dan ikut dalam aksi unjuk rasa menentang invasi Amerika di Vietnam," tulis Penre di situsnya, Illumnaty News.com pada 11 April 2005.
Penre yang menyatakan peduli dengan politik tapi tidak mau masuk jadi anggota satu partai politik pun, menyatakan bahwa tahun 1980-an merupakan tahun kegelapan bagi perjalanan hidupnya. "Gerakan hippies di era itu sudah mati. Yang ada anak-anak muda yang kecanduan narkotika dan obat-obatan. Masyarakat tidak punya arah. Di saat itulah musik heavy metal bangkit. Saya menjadi anggota kelompok band heavy metal yang sungguh-sungguh memuja setan. Saya kehilangan semangat hidup dan tidak tahu harus kemana. Suatu ketika saya bergabung dengan kelompok rahasia pemuja setan dan mulai membahas tentang The New World Order dan sebagainya."
Saat itu, Penre juga menulis syair lagu-lagu rock dan heavy metal yang bertemakan pemujaan terhadap kebebasan seks, pemujaan setan, penghinaan kepada semua agama, peperangan, dan sejenisnya. "Anehnya, studio-studio besar seperti BMG Sony mau merekam lagu-lagu itu. Padahal saya pernah menulis lagu yang syairnya tentang ketuhanan, perdamaian, dan sebagainya, tapi ketika itu tidak ada yang tertarik merekamnya."
Tahun 1988 Penre menikah dengan seorang anggota Secret Society perempuan. Karena keduanya berpikir kritis, mereka kemudian sadar dan meninggalkan kelompok itu. "Dengan uang yang ada, kami membeli komputer dengan peralatan internet yang tidak sebaik saat mi. Saya berselancar di alam maya dan sungguh ironis, internet telah menyelamatkan saya. Saya baru menyadari kenyataan bahwa di belakang semua industri rekaman, juga industri hiburan lainnya, ada satu kelompok yang mengatur segalanya. Kelompok ini adalah Illuminati," tegas Penre yang kemudian beralih profesi menjadi seorang peneliti okultisme dan kelompok-kelompok rahasia. Awal tahun 2000, Penre meninggalkan dunia hiburan. Latar belakangnya sebagai anggota kelompok pemuja setan, artis, sekaligus penulis lagu, sangat membantunya dalam profesinya yang baru ini. Sejumlah artis secara diam-diam membantu Penre untuk mengusut Illummaty di belakang industri hiburan Amerika. Sekarang Penre banyak menulis artikel-artikel tentang pengaruh Illuminati terhadap dunia hiburan Amerika dan juga dunia.
Pada tahun 1970-an, saat anak-anak muda AS gandrung pada gaya hidup hippies. Penre merupakan salah seorang anggotanya. "Saya ikut gerakan hippies membiarkan rambut saya panjang, dan ikut dalam aksi unjuk rasa menentang invasi Amerika di Vietnam," tulis Penre di situsnya, Illumnaty News.com pada 11 April 2005.
Penre yang menyatakan peduli dengan politik tapi tidak mau masuk jadi anggota satu partai politik pun, menyatakan bahwa tahun 1980-an merupakan tahun kegelapan bagi perjalanan hidupnya. "Gerakan hippies di era itu sudah mati. Yang ada anak-anak muda yang kecanduan narkotika dan obat-obatan. Masyarakat tidak punya arah. Di saat itulah musik heavy metal bangkit. Saya menjadi anggota kelompok band heavy metal yang sungguh-sungguh memuja setan. Saya kehilangan semangat hidup dan tidak tahu harus kemana. Suatu ketika saya bergabung dengan kelompok rahasia pemuja setan dan mulai membahas tentang The New World Order dan sebagainya."
Saat itu, Penre juga menulis syair lagu-lagu rock dan heavy metal yang bertemakan pemujaan terhadap kebebasan seks, pemujaan setan, penghinaan kepada semua agama, peperangan, dan sejenisnya. "Anehnya, studio-studio besar seperti BMG Sony mau merekam lagu-lagu itu. Padahal saya pernah menulis lagu yang syairnya tentang ketuhanan, perdamaian, dan sebagainya, tapi ketika itu tidak ada yang tertarik merekamnya."
Tahun 1988 Penre menikah dengan seorang anggota Secret Society perempuan. Karena keduanya berpikir kritis, mereka kemudian sadar dan meninggalkan kelompok itu. "Dengan uang yang ada, kami membeli komputer dengan peralatan internet yang tidak sebaik saat mi. Saya berselancar di alam maya dan sungguh ironis, internet telah menyelamatkan saya. Saya baru menyadari kenyataan bahwa di belakang semua industri rekaman, juga industri hiburan lainnya, ada satu kelompok yang mengatur segalanya. Kelompok ini adalah Illuminati," tegas Penre yang kemudian beralih profesi menjadi seorang peneliti okultisme dan kelompok-kelompok rahasia. Awal tahun 2000, Penre meninggalkan dunia hiburan. Latar belakangnya sebagai anggota kelompok pemuja setan, artis, sekaligus penulis lagu, sangat membantunya dalam profesinya yang baru ini. Sejumlah artis secara diam-diam membantu Penre untuk mengusut Illummaty di belakang industri hiburan Amerika. Sekarang Penre banyak menulis artikel-artikel tentang pengaruh Illuminati terhadap dunia hiburan Amerika dan juga dunia.
.
Yahudi Sebagai Dalang.
Berbekal pengalamannya malang-melintang di dunia hiburan, musik cadas yang dekat dengan kelompok penyembah setan, bahkan Penre juga aktif dalam The Secret Society, membuatnya menjadi seorang penulis yang produkrif. Walau telah meninggalkan dunia hiburan, tapi Penre tetap mengamati gerak dunia yang dulu pernah digelutinya. Hanya saja, jika dahulu dia sebagai pemain, maka sekarang dia lebih sebagai seorang Penre menemukan bukti adanya kelompok khusus dan tersembunyi, yang bergerak secara rahasia, yang terdiri dari tokoh-tokoh Yahudi multinasional dan juga para pengusahanya, yang berada di belakang seluruh industri rekaman besar AS dan juga di belakang industri hiburan AS. "Gerakan ini dikuasai oleh kelompok yang sangat kaya dan mereka menamakan dirinya Illuminati atau Moriah Conquering. Mereka bermain di belakang industri hiburan dunia dengan tujuan agar bisa mempengaruhi pikiran umat manusia agar tunduk pada cita-cita mereka, yakni menciptakan One World Government" tegas Penre.
"Bukan rahasia lagi di AS bahwa siapa pun yang ingin namanya besar dan menjadi orang terkenal di dunia hiburan, maka ia harus tunduk dan mau bekerja sebagai agen dari Illuminati, atau setidaknya mau diajak bekerjasama, dengan sadar atau tidak," lanjutnya.
Penre mengatakan bahwa jika Anda artis, maka sesungguhnya Anda bisa bebas untuk kemana saja, dan untuk bekerjasama dengan siapa saja. Namun industri hiburan menyebabkan seorang artis tidak bisa bergerak bebas dan tidak bisa bebas menentukan dengan siapa harus bekerjasama. "Ada agen, ada manajer, ada direktur, dan sebagainya. Tidak jarang artis hanyalah boneka perahan dari perusahaan tempatnya mencari nafkah. Hollywood adalah perusahaan hiburan terbesar di dunia yang sepenuhnya dikendalikan oleh Illuminati dan juga Freemason," tandas Penre lagi yang menyatakan jika si artis tidak mau dikendalikan maka artis itu biasanya tidak mendapat job rekaman, karirnya dihalangi, atau bahkan jika perlu dibunuh.
"Ada banyak kasus bunuh diri pada artis di Amerika, yang sesungguhnya mereka bukanlah bunuh diri melainkan dibunuh. Ada yang mempergunakan obat-obatan hingga melebihi dosis, kecelakaan, atau kepalanya ditembak. Contoh paling baik adalah apa yang menimpa mantan gitaris grup band Metallica di tahun 1980-an yang diketemukan mati di kamar sebuah hotel," ujarnya.
Yahudi Sebagai Dalang.
Berbekal pengalamannya malang-melintang di dunia hiburan, musik cadas yang dekat dengan kelompok penyembah setan, bahkan Penre juga aktif dalam The Secret Society, membuatnya menjadi seorang penulis yang produkrif. Walau telah meninggalkan dunia hiburan, tapi Penre tetap mengamati gerak dunia yang dulu pernah digelutinya. Hanya saja, jika dahulu dia sebagai pemain, maka sekarang dia lebih sebagai seorang Penre menemukan bukti adanya kelompok khusus dan tersembunyi, yang bergerak secara rahasia, yang terdiri dari tokoh-tokoh Yahudi multinasional dan juga para pengusahanya, yang berada di belakang seluruh industri rekaman besar AS dan juga di belakang industri hiburan AS. "Gerakan ini dikuasai oleh kelompok yang sangat kaya dan mereka menamakan dirinya Illuminati atau Moriah Conquering. Mereka bermain di belakang industri hiburan dunia dengan tujuan agar bisa mempengaruhi pikiran umat manusia agar tunduk pada cita-cita mereka, yakni menciptakan One World Government" tegas Penre.
"Bukan rahasia lagi di AS bahwa siapa pun yang ingin namanya besar dan menjadi orang terkenal di dunia hiburan, maka ia harus tunduk dan mau bekerja sebagai agen dari Illuminati, atau setidaknya mau diajak bekerjasama, dengan sadar atau tidak," lanjutnya.
Penre mengatakan bahwa jika Anda artis, maka sesungguhnya Anda bisa bebas untuk kemana saja, dan untuk bekerjasama dengan siapa saja. Namun industri hiburan menyebabkan seorang artis tidak bisa bergerak bebas dan tidak bisa bebas menentukan dengan siapa harus bekerjasama. "Ada agen, ada manajer, ada direktur, dan sebagainya. Tidak jarang artis hanyalah boneka perahan dari perusahaan tempatnya mencari nafkah. Hollywood adalah perusahaan hiburan terbesar di dunia yang sepenuhnya dikendalikan oleh Illuminati dan juga Freemason," tandas Penre lagi yang menyatakan jika si artis tidak mau dikendalikan maka artis itu biasanya tidak mendapat job rekaman, karirnya dihalangi, atau bahkan jika perlu dibunuh.
"Ada banyak kasus bunuh diri pada artis di Amerika, yang sesungguhnya mereka bukanlah bunuh diri melainkan dibunuh. Ada yang mempergunakan obat-obatan hingga melebihi dosis, kecelakaan, atau kepalanya ditembak. Contoh paling baik adalah apa yang menimpa mantan gitaris grup band Metallica di tahun 1980-an yang diketemukan mati di kamar sebuah hotel," ujarnya.
.
(Majalah Eramuslim Digest Edisi Koleksi III Tahun 2007)
KUASA YAHUDI atas HOLLYWOOD
Suatu hari di triwulan pertama tahun 1991, penyanyi country Dolly Parton diwawancarai Majalah Vogue. Sang reporter menanyakan mengapa gagasan Parton dua bulan sebelumnya yang menginginkan adanya acara kebaktian gereja di stasiun teve, ditolak Hollywood. Parton menjawab, "Tiap orang kini khawatir menyinggung segala hal yang berkaitan dengan sikap keagamaannya, sebab semua yang ada di sini itu Yahudi, dan itu menakutkan kami untuk mempromosikan kekristenan." Komentar Dolly Parton ini seketika direspon oleh Anti Defamation League (ADL), sebuah organisasi Yahudi Amerika yang selalu siap untuk menyerang siapa pun yang berkomentar negatif tentang Yahudi. Abe Foxman, petinggi ADL, langsung memanggil media massa dan mengatakan jika Dolly Parton sama sekali tidak patut mengatakan hal itu dan menuding Parton sebagai anti-Semit, sebuah sikap yang di Amerika Serikat konsekuensinya bisa sangat berat.
Apa yang diungkapkan Dolly Parton sungguh tidak benar. Hanya mengulang pernyataan kaum anti Semit yang menyebarkan kedustaan bahwa Hollywood dipenuhi dan dikendalikan oleh kaum Yahudi. Pernyataan dia bisa menimbulkan api permusuhan antara kaum Yahudi dengan orang-orang Kristen. Saya tegaskan, Yahudi sama sekali tidak mengendalikan Hollywood!" kilahnya.
Mendapat reaksi keras dari ADL, Dolly Parton baru menyadari jika dirinya dalam bahaya besar. Karirnya bisa saja diganjal lobi Yahudi Amerika yang siapapun tahu sangat kuat pengaruhnya di negeri besar itu. Dengan cepat Parton menggelar konferensi pers dan dengan terbuka menyampaikan permintaan maafnya. Parton juga menulis surat ke Foxman, "Saya sangat menyesali apa yang telah saya katakan kemarin. Saya menarik pernyataan itu dan sama sekali tidak bermaksud demikian. Sekali lagi, saya minta maaf." Kepada media massa AS, Foxman menyatakan menerima maaf Parton dan mengatakan, "Pernyataan maafnya benar-benar keluar dan hati yang tulus. Dia telah menyadari kesalahannya dan dia sungguh tahu bahwa kami sama sekali tidak mengendalikan Hollywood". Siapa pun tahu, Dolly Parton benar dan Foxman telah berdusta. Namun lobi Yahudi di AS sangatlah kuat, sehingga dengan dukungan media massa besar yang ada di sana, segala yang hitam bisa menjadi putih dan yang putih bisa dikatakan hitam.
Apa yang diungkapkan Dolly Parton sungguh tidak benar. Hanya mengulang pernyataan kaum anti Semit yang menyebarkan kedustaan bahwa Hollywood dipenuhi dan dikendalikan oleh kaum Yahudi. Pernyataan dia bisa menimbulkan api permusuhan antara kaum Yahudi dengan orang-orang Kristen. Saya tegaskan, Yahudi sama sekali tidak mengendalikan Hollywood!" kilahnya.
Mendapat reaksi keras dari ADL, Dolly Parton baru menyadari jika dirinya dalam bahaya besar. Karirnya bisa saja diganjal lobi Yahudi Amerika yang siapapun tahu sangat kuat pengaruhnya di negeri besar itu. Dengan cepat Parton menggelar konferensi pers dan dengan terbuka menyampaikan permintaan maafnya. Parton juga menulis surat ke Foxman, "Saya sangat menyesali apa yang telah saya katakan kemarin. Saya menarik pernyataan itu dan sama sekali tidak bermaksud demikian. Sekali lagi, saya minta maaf." Kepada media massa AS, Foxman menyatakan menerima maaf Parton dan mengatakan, "Pernyataan maafnya benar-benar keluar dan hati yang tulus. Dia telah menyadari kesalahannya dan dia sungguh tahu bahwa kami sama sekali tidak mengendalikan Hollywood". Siapa pun tahu, Dolly Parton benar dan Foxman telah berdusta. Namun lobi Yahudi di AS sangatlah kuat, sehingga dengan dukungan media massa besar yang ada di sana, segala yang hitam bisa menjadi putih dan yang putih bisa dikatakan hitam.
.
Kisah Victor Marchetti
Apa yang dialami Victor Marchetti, seorang editor muda Amerika, di era 1970-an bisa dijadikan gambaran. Saat itu, Marchetti tengah bekerja sebagai screenuriter pada sebuah film spionase. Atasan Marchetti seluruhnya orang Yahudi. Merekalah yang menyeleksi film-film mana yang boleh diedarkan dan mana yang tidak. Bahkan lebih jauh, para petinggi studionya juga memiliki hak untuk menyeleksi tumpukan skenario yang ada dan menentukan mana skenario yang akan dibuat menjadi film dan mana skenario yang akan masuk tong sampah. "Seluruh atasanku orang Yahudi, termasuk CEO dan 20th Century Fox, kecuali satu yang bukan Yahudi, Alan Ladd Jr," ujar Marchetti. Dalam satu rapat, di MCA-Universal, studio tempat diproduksmya film 'Schlinder's List', rapat sempat dihentikan sejenak tatkala seaeorang masuk ke ruang rapat dan duduk di dekat Marchetti. Sosoknya kecil dan tidak menyolok. Marchetti juga tidak pernah melihatnya selama bekerja di Hollywood. Orang asing ini kemudian bicara dengan atasan Marchetti dengan bahasa dan aksen yang sungguh tidak dipahami editor muda Amerika ini sembari menunjuk-nunjuk skrip film. Setelah itu dengan sedikit melempar senyum ke arah Marchetti, orang asing itu kemudian keluar ruangan. "Siapa dia?" tanya Marchetti pada pimpinan studio. Orang berpengaruh di Hollywood yang menjadi atasannya Marchetti ini dengan terus terang menjawab, "Dia orang Israel. Saya ingin meyakinkan bahwa film-film yang kita buat seluruhnya tidak ada yang menyinggung perasaannya."
Rapat pun dilanjutkan. Diam-diam Marchetti menghitung di sekeliling ruangan. Ada Sembilan orang di ruangan rapat tersebut dan Marchetti merasa terasing karena dia satu-satunya yang bukan Yahudi. "Ini bukan terjadi sekali dua kali saja. Saya sering mengikuti rapat di berbagai studio Hollywood ini, dan hampir keseluruhan rapat yang saya ikuti, sayalah satu-satunya peserta rapat yang gentiles (non-Yahudi)," ujar Marchetti. "Ini sungguh-sungguh konyol. Sekelompok kecil orang yang populasinya tidak sampai tiga persen dibanding total populasi Amerika, dan para tokohnya juga memiliki loyalitas ganda selain kepada negara Amerika, mampu mengontrol kebudayaan bangsa ini, sistem keuangan, dan juga lembaga-lembaga pemerintahan. Namun ketika ada orang yang menyatakan fakta tersebut, mereka akan segera menyerangnya dan menuding orang yang mengatakan fakta itu sebagai rasis. Realitas ini sungguh-sungguh konyol," keluh Marchetti. Kisah tentang Marchetti dan juga Dolly Parton di atas dimuat dalam satu esai pertanggal 1 April 1994 tentang Pandangan Baru Amerika yang dicetak secara terbatas. Marchetti yang pernah bekerja di CIA selama 14 tahun sebagai Asisten Eksekutif Deputy Director kemudian menulis sebuah buku berjudul "The CIA and the Cult of Intelligence". Presentasi Marchetti sendiri dalam The Ninth IHR Conference berjudul "Propaganda and Disinformation: How the CIA Manufactures History" diterbitkan pada musim gugur tahun 1989 oleh Journal of Historical Review.
Apa yang diungkapkan Marchetti sesungguhnya bukan barang baru mengingat di tahun 1988, sebuah buku setebal 502 halaman telah terbit di New York. Judulnya cukup menarik: An Empire Of Their Own. How The Jews Invented Hollywood, penulisnya bernama Neal Gabler. Secara ringkas, buku ini memaparkan bagaimana Hollywood dikuasai oleh Yahudi, dari tukang lampu, penulis skrip, skenario, sutradara, pemain, produser, hmgga bos-bos besar studio filmnya.
Oleh para pengamat, buku Neal Gabler ini dianggap sebagai buku yang berani dan bahkan salah-salah membacanya bisa dikategorikan sebagai buku yang mampu mendorong orang untuk bersikap anti-Semit. Ini bisa benar bisa pula tidak. Faktanya adalah, apa-apa yang diungkap buku tersebut adalah seratus persen fakta sesungguhnya: Bagaimana orang-orang Yahudi telah mencengkeram kuku kekuasaannya atas industri perfilman Amerika dan juga dunia. "Yahudi tidak akan datang ke Hollywood jika mereka tidak ingin menguasainya," tegas Gabler.
Di dalam bukunya, Gabler memaparkan kisah-kisah kecurangan yang dilakukan para pengusaha film Yahudi di Hollywood. "Adolf Zukor dan Carl Laemmle, dua tokoh pengusaha Hollywood, telah menggunakan kamera Edison secara illegal tanpa membayar royaltinya. Louis B.Mayer menipu produser film 'Birth of a Nation' lewat pemalsuan data-data pembukuan yang menguntungkan dirinya sendiri lebih dan $500.000 dan pertunjukan film tersebut di tahun 1915," tulis Gabler.
Di awal abad ke-21, wilayah Hollywood merupakan salah satu tujuan utama para imigran Yahudi dari penjuru dunia, terutama yang berprofesi sebagai pekerja seni. Mereka datang secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok. Yang punya modal langsung mendirikan studio-studio, dan yang datang seiidiri-sendiri dengan modal tekad semata bekerja keras menarik perhatian para produser dan sutradara. Kian lama, wilayah Hollywood kian ramai. Daerah yang tadinya sepi dan hanya berupa dua buah peternakan, kini telah berubah menjadi daerah yang tidak pernah tidur. Siang disinari cahaya matahari yang melimpah dan malam diguyur cahaya lampu ribuan bahkan jutaan kilowatt. Sampai sekarang, Hollywood menjadi salah satu 'The American Dreaming bagi anak-anak muda seluruh dunia yang memilih karir sebagai pekerja seni. Tanpa tahu apa yang sesungguhnya berada di balik tirai gemerlap Hollywood.
Kisah Victor Marchetti
Apa yang dialami Victor Marchetti, seorang editor muda Amerika, di era 1970-an bisa dijadikan gambaran. Saat itu, Marchetti tengah bekerja sebagai screenuriter pada sebuah film spionase. Atasan Marchetti seluruhnya orang Yahudi. Merekalah yang menyeleksi film-film mana yang boleh diedarkan dan mana yang tidak. Bahkan lebih jauh, para petinggi studionya juga memiliki hak untuk menyeleksi tumpukan skenario yang ada dan menentukan mana skenario yang akan dibuat menjadi film dan mana skenario yang akan masuk tong sampah. "Seluruh atasanku orang Yahudi, termasuk CEO dan 20th Century Fox, kecuali satu yang bukan Yahudi, Alan Ladd Jr," ujar Marchetti. Dalam satu rapat, di MCA-Universal, studio tempat diproduksmya film 'Schlinder's List', rapat sempat dihentikan sejenak tatkala seaeorang masuk ke ruang rapat dan duduk di dekat Marchetti. Sosoknya kecil dan tidak menyolok. Marchetti juga tidak pernah melihatnya selama bekerja di Hollywood. Orang asing ini kemudian bicara dengan atasan Marchetti dengan bahasa dan aksen yang sungguh tidak dipahami editor muda Amerika ini sembari menunjuk-nunjuk skrip film. Setelah itu dengan sedikit melempar senyum ke arah Marchetti, orang asing itu kemudian keluar ruangan. "Siapa dia?" tanya Marchetti pada pimpinan studio. Orang berpengaruh di Hollywood yang menjadi atasannya Marchetti ini dengan terus terang menjawab, "Dia orang Israel. Saya ingin meyakinkan bahwa film-film yang kita buat seluruhnya tidak ada yang menyinggung perasaannya."
Rapat pun dilanjutkan. Diam-diam Marchetti menghitung di sekeliling ruangan. Ada Sembilan orang di ruangan rapat tersebut dan Marchetti merasa terasing karena dia satu-satunya yang bukan Yahudi. "Ini bukan terjadi sekali dua kali saja. Saya sering mengikuti rapat di berbagai studio Hollywood ini, dan hampir keseluruhan rapat yang saya ikuti, sayalah satu-satunya peserta rapat yang gentiles (non-Yahudi)," ujar Marchetti. "Ini sungguh-sungguh konyol. Sekelompok kecil orang yang populasinya tidak sampai tiga persen dibanding total populasi Amerika, dan para tokohnya juga memiliki loyalitas ganda selain kepada negara Amerika, mampu mengontrol kebudayaan bangsa ini, sistem keuangan, dan juga lembaga-lembaga pemerintahan. Namun ketika ada orang yang menyatakan fakta tersebut, mereka akan segera menyerangnya dan menuding orang yang mengatakan fakta itu sebagai rasis. Realitas ini sungguh-sungguh konyol," keluh Marchetti. Kisah tentang Marchetti dan juga Dolly Parton di atas dimuat dalam satu esai pertanggal 1 April 1994 tentang Pandangan Baru Amerika yang dicetak secara terbatas. Marchetti yang pernah bekerja di CIA selama 14 tahun sebagai Asisten Eksekutif Deputy Director kemudian menulis sebuah buku berjudul "The CIA and the Cult of Intelligence". Presentasi Marchetti sendiri dalam The Ninth IHR Conference berjudul "Propaganda and Disinformation: How the CIA Manufactures History" diterbitkan pada musim gugur tahun 1989 oleh Journal of Historical Review.
Apa yang diungkapkan Marchetti sesungguhnya bukan barang baru mengingat di tahun 1988, sebuah buku setebal 502 halaman telah terbit di New York. Judulnya cukup menarik: An Empire Of Their Own. How The Jews Invented Hollywood, penulisnya bernama Neal Gabler. Secara ringkas, buku ini memaparkan bagaimana Hollywood dikuasai oleh Yahudi, dari tukang lampu, penulis skrip, skenario, sutradara, pemain, produser, hmgga bos-bos besar studio filmnya.
Oleh para pengamat, buku Neal Gabler ini dianggap sebagai buku yang berani dan bahkan salah-salah membacanya bisa dikategorikan sebagai buku yang mampu mendorong orang untuk bersikap anti-Semit. Ini bisa benar bisa pula tidak. Faktanya adalah, apa-apa yang diungkap buku tersebut adalah seratus persen fakta sesungguhnya: Bagaimana orang-orang Yahudi telah mencengkeram kuku kekuasaannya atas industri perfilman Amerika dan juga dunia. "Yahudi tidak akan datang ke Hollywood jika mereka tidak ingin menguasainya," tegas Gabler.
Di dalam bukunya, Gabler memaparkan kisah-kisah kecurangan yang dilakukan para pengusaha film Yahudi di Hollywood. "Adolf Zukor dan Carl Laemmle, dua tokoh pengusaha Hollywood, telah menggunakan kamera Edison secara illegal tanpa membayar royaltinya. Louis B.Mayer menipu produser film 'Birth of a Nation' lewat pemalsuan data-data pembukuan yang menguntungkan dirinya sendiri lebih dan $500.000 dan pertunjukan film tersebut di tahun 1915," tulis Gabler.
Di awal abad ke-21, wilayah Hollywood merupakan salah satu tujuan utama para imigran Yahudi dari penjuru dunia, terutama yang berprofesi sebagai pekerja seni. Mereka datang secara sendiri-sendiri maupun secara berkelompok. Yang punya modal langsung mendirikan studio-studio, dan yang datang seiidiri-sendiri dengan modal tekad semata bekerja keras menarik perhatian para produser dan sutradara. Kian lama, wilayah Hollywood kian ramai. Daerah yang tadinya sepi dan hanya berupa dua buah peternakan, kini telah berubah menjadi daerah yang tidak pernah tidur. Siang disinari cahaya matahari yang melimpah dan malam diguyur cahaya lampu ribuan bahkan jutaan kilowatt. Sampai sekarang, Hollywood menjadi salah satu 'The American Dreaming bagi anak-anak muda seluruh dunia yang memilih karir sebagai pekerja seni. Tanpa tahu apa yang sesungguhnya berada di balik tirai gemerlap Hollywood.
.
(Majalah Eramuslim Digest Edisi Koleksi III Tahun 2007)
PROTOCOLS of ZION
Inilah ke-25 butir rancangan penguasaan dunia yang dibacakan Roshtchild I pada pertemuan 13 keluarga Yahudi terkemuka dunia di Judenstrasse, Bavaria, tahun 1773. Seratus dua puluh empat tahun kemudian, rancangan ini disahkan menjadi agenda bersama Gerakan Zionis Internasional pimpinan Theodore Hertzl dalam Kongres Zionis Internasional I di Basel, Swiss (1897) dengan nama "Protocol of Zions ":
.
.
1) Manusia itu lebih banyak cenderung pada kejahatan ketimbang kebaikan. Sebab itu, Konspirasi harus mewujudkan 'hasrat alami' manusia mi. Hal ini akan diterapkan pada sistem pemerintahan dan kekuasaan.
Bukankah pada masa dahulu manusia tunduk kepada penguasa tanpa pernah mengeluarkan kritik atau pembangkangan? Undang-undang hanyalah alat untuk membatasi rakyat, bukan untuk penguasa.
.
2) Kebebasan politik sesungguhnya utopis. Walau begitu, Konspirasi harus mempropagandakan ini ke tengah rakyat. Jika hal itu sudah dimakan rakyat, maka rakyat akan mudah membuang segala hak dan fasilitas yang telah didapatinya dari penguasa guna memperjuangkan idealisme yang utopis itu. Saat itulah, Konspirasi bisa merebut hak dan fasilitas mereka.
2) Kebebasan politik sesungguhnya utopis. Walau begitu, Konspirasi harus mempropagandakan ini ke tengah rakyat. Jika hal itu sudah dimakan rakyat, maka rakyat akan mudah membuang segala hak dan fasilitas yang telah didapatinya dari penguasa guna memperjuangkan idealisme yang utopis itu. Saat itulah, Konspirasi bisa merebut hak dan fasilitas mereka.
.
3) Kekuatan uang selalu bisa mengalahkan segalanya. Agama yang bisa menguasai rakyat pada masa dahulu, kini mulai digulung dengan kampanye kebebasan. Namun rakyat banyak tidak tahu harus mengapa dengan kebebasan itu. Inilah tugas Konspirasi untuk mengisinya demi kekuasaan, dengan kekuatan uang.
3) Kekuatan uang selalu bisa mengalahkan segalanya. Agama yang bisa menguasai rakyat pada masa dahulu, kini mulai digulung dengan kampanye kebebasan. Namun rakyat banyak tidak tahu harus mengapa dengan kebebasan itu. Inilah tugas Konspirasi untuk mengisinya demi kekuasaan, dengan kekuatan uang.
.
4) Demi tujuan, segala cara boleh dilakukan. Siapa pun yang ingin berkuasa, dia mestilah meraihnya dengan trik, pemerasan, dan pembalikan opini. Keluhuran budi, etika, moral, dan sebagainya adalah keburukan dalam dunia politik.
4) Demi tujuan, segala cara boleh dilakukan. Siapa pun yang ingin berkuasa, dia mestilah meraihnya dengan trik, pemerasan, dan pembalikan opini. Keluhuran budi, etika, moral, dan sebagainya adalah keburukan dalam dunia politik.
.
5) Kebenaran adalah Kekuatan Konspirasi. Dengan kekuatan, segala yang diinginkan akan terlaksana.
.
.
6) Bagi kita yang hendak menaklukkan dunia secara finansial, kita harus tetap menjaga kerahasiaan. Suatu saat, kekuatan Konspirasi akan mencapai tingkat di mana tidak ada kekuatan lain yang berani untuk menghalangi atau menghancurkannya. Setiap kecerobohan dari dalam, akan merusak program besar yang telah ditulis berabad-abad oleh para pendeta Yahudi.
.
.
7) Simpati rakyat harus diambil agar mereka bisa dimanfaatkan untuk kepentingan Konspirasi. Massa rakyat adalah buta dan mudah dipengaruhi. Penguasa tidak akan bisa menggiring rakyat kecuali ia berlaku sebagai diktatur. Inilah satu-satunya jalan.
.
8) Beberapa sarana untuk mencapai tujuan adalah: Minuman keras, narkotika, pengrusakan moral, seks, suap, dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk menghancurkan norma-norma kesusilaan masyarakat. Untuk itu, Konspirasi harus merekrut dan mendidik tenaga-tenaga muda untuk dijadikan sarana pencapaian tujuan tersebut.
8) Beberapa sarana untuk mencapai tujuan adalah: Minuman keras, narkotika, pengrusakan moral, seks, suap, dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk menghancurkan norma-norma kesusilaan masyarakat. Untuk itu, Konspirasi harus merekrut dan mendidik tenaga-tenaga muda untuk dijadikan sarana pencapaian tujuan tersebut.
.
9) Konspirasi akan menyalakan api peperangan secara terselubung. Bermain di kedua belah pihak. Sehingga Konspirasi akan memperoleh manfaat besar tetapi tetap aman dan efisien. Rakyat akan dilanda kecemasan yang mempermudah bagi Konspirasi untuk menguasainya.
9) Konspirasi akan menyalakan api peperangan secara terselubung. Bermain di kedua belah pihak. Sehingga Konspirasi akan memperoleh manfaat besar tetapi tetap aman dan efisien. Rakyat akan dilanda kecemasan yang mempermudah bagi Konspirasi untuk menguasainya.
.
10) Konspirasi sengaja memproduksi slogan agar menjadi 'tuhan' bagi rakyat. Dengan slogan itu, pemerintahan aristokrasi keturunan yang tengah berkuasa di Perancis akan diruntuhkan. Setelah itu, Konspirasi akan membangun sebuah pemerintahan yang sesuai dengan Konspirasi.
.
11) Perang yang dikobarkan Konspirasi secara diam-diam harus menyeret negara tetangga agar mereka terjebak utang. Konspirasi akan memetik keuntungan dari kondisi ini.
.
11) Perang yang dikobarkan Konspirasi secara diam-diam harus menyeret negara tetangga agar mereka terjebak utang. Konspirasi akan memetik keuntungan dari kondisi ini.
.
12) Pemerintahan bentukan Konspirasi harus diisi dengan orang-orang yang tunduk pada kemginan Konspirasi. Tidak bisa lain.
.
13) Konspirasi akan menguasai opini dunia. Satu orang Yahudi yang menjadi korban sama dengan 1.000 orang non-Yahudi (Gentiles/Ghoyim) sebagai balasannya.
.
14) Setelah Konspirasi berhasil merebut kekuasaan, maka pemerintahan baru yang dibentuk harus membasmi rezim lama yang dianggap bertanggungjawab atas terjadinya semua kekacauan ini. Hal tersebut akan menjadikan rakyat begitu percaya kcpada Konspirasi bahwa pemerintahan yang baru adalah pelindung dan pahlawan dimata mereka.
.
15) Krisis ekonomi yang dibuat akan memberikan hak baru kepada Konspirasi, yaitu hak pemilik modal dalam penentuan arah kekuasaan. Ini akan menjadi kekuasaan turunan.
15) Krisis ekonomi yang dibuat akan memberikan hak baru kepada Konspirasi, yaitu hak pemilik modal dalam penentuan arah kekuasaan. Ini akan menjadi kekuasaan turunan.
.
16) Penyusupan ke dalam jantung Freemason Eropa agar bisa mengefektifkan dan mengefisienkannya. Pembentukan Bluemasonry akan bisa dijadikan alat bagi Konspirasi untuk memuluskan tujuannya.
16) Penyusupan ke dalam jantung Freemason Eropa agar bisa mengefektifkan dan mengefisienkannya. Pembentukan Bluemasonry akan bisa dijadikan alat bagi Konspirasi untuk memuluskan tujuannya.
.
17) Konspirasi akan membakar semangat rakyat hingga ke tingkat histeria. Saat itu rakyat akan menghancurkan apa saja yang kita mau, termasuk hukum dan agama. Kita akan mudah menghapus nama Tuhan dan susila dari kehidupan.
.
18) Perang jalanan harus ditimbulkan untuk membuat massa panik. Konspirasi akan mengambil keuntungan dari situasi itu.
.
19) Konspirasi akan menciptakan diplomat-diplomatnya untuk berfungsi setelah perang usai. Mereka akan menjadi penasehat politik, ekonomi, dan keuangan bagi rezim baru dan juga di tingkat internasional. Dengan demikian, Konspirasi bisa semakin menancapkan kukunya dari balik layar.
19) Konspirasi akan menciptakan diplomat-diplomatnya untuk berfungsi setelah perang usai. Mereka akan menjadi penasehat politik, ekonomi, dan keuangan bagi rezim baru dan juga di tingkat internasional. Dengan demikian, Konspirasi bisa semakin menancapkan kukunya dari balik layar.
.
20) Monopoli kegiatan perekonomian raksasa dengan dukungan modal yang dimiliki Konspirasi adalah syarat utama untuk menundukkan dunia, hingga tidak ada satu kekutan non-Yahudi pun yang bisa menandinginya. Dengan demikian, kita bisa bebas memainkan krisis suatu negeri.
20) Monopoli kegiatan perekonomian raksasa dengan dukungan modal yang dimiliki Konspirasi adalah syarat utama untuk menundukkan dunia, hingga tidak ada satu kekutan non-Yahudi pun yang bisa menandinginya. Dengan demikian, kita bisa bebas memainkan krisis suatu negeri.
.
21) Penguasaan kekayaan alam negeri-negeri non-Yahudi mutlak dilakukan.
21) Penguasaan kekayaan alam negeri-negeri non-Yahudi mutlak dilakukan.
.
22) Meletuskan perang dan memberinya—menjual—senjata yang paling mematikan akan mempercepat penguasaan suatu negeri, yang tinggal dihuni oleh fakir miskin.
.
23) Satu rezim terselubung akan muncul setelah Konspirasi berhasil melaksanakan programnya.
23) Satu rezim terselubung akan muncul setelah Konspirasi berhasil melaksanakan programnya.
.
24) Pemuda harus dikuasai dan menjadikan mereka sebagai budak-budak Konspirasi dengan jalan penyebarluasan dekadensi moral dan paham yang menyesatkan.
24) Pemuda harus dikuasai dan menjadikan mereka sebagai budak-budak Konspirasi dengan jalan penyebarluasan dekadensi moral dan paham yang menyesatkan.
.
25) Konspirasi akan menyalahgunakan undang-undang yang ada pada suatu negara hingga negara tersebut hancur karenanya.
.
(Majalah Eramuslim Digest Edisi Koleksi III Tahun 2007)
0 komentar:
Posting Komentar